Mercusuar.co, JOGJA — Polres Sleman akan mendalami pengeroyokan suporter PSS Sleman yang dilakukan sejumlah anggota Brajamusti, kelompok pendukung PSIM Jogja.
Kasatreskrim Polres Sleman AKP Ronny Prasadana mengatakan Brajamusti sudah terlibat dalam dua kasus kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa suporter PSS Sleman dalam satu bulan terakhir. Insiden pertama terjadi pada 25 Juli lalu, seorang suporter PSS Sleman, Tri Fajar Firmansyah juga meninggal dunia akibat dikeroyok sejumlah orang.
Tri Fajar Firmansyah, juru parkir berusia 23 tahun, dianiaya di seputar Mirota Babarsari, Caturtunggal, pada 25 Juli 2022 sekitar pukul 20.00 WIB. Tri yang menjadi pendukung PSS Sleman dinyatakan meninggal setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Hardjolukito.
Penganiayaan ini terjadi di tengah kerusuhan suporter Persis Solo yang melintas di wilayah DIY saat akan menyaksikan tim kebanggaan mereka berlaga di Magelang melawan Dewa United.
AKP Ronny mengatakan penganiayaan yang mengakibatkan Tri Fajar tewas dilakukan oleh suporter PSIM Jogja yang tergabung dalam Brajamusti.
“Contoh di Mirota Babarsari, yang pembunuhan juga. Itu dari Brajamusti. Saya katakan seperti ini supaya tuntas. Saya minta Pemkot (Jogja) dan Pemkab (Sleman) harus menuntaskan masalah ini. Apa setiap ada pertandingan PSS Sleman atau PSIM Jogja harus ada korban meninggal dunia? Mau sampai kapan,” kata AKP Ronny Prasadana.
Sebulan setelah kematian Tri Fajar, satu suporter PSS Sleman juga kehilangan nyawa setelah dikeroyok suporter PSIM Jogja. Aditya Eka Putranda, pemuda 18 tahun asal Gamping, Sleman, tewas dikeroyok pada Minggu (28/8/2022) dini hari. Menurut Polres Sleman, latar belakang pengeroyokan itu adalah perseteruan suporter PSS Sleman dan PSIM Jogja.
Polisi sudah menetapkan 12 tersangka dalam kasus ini. AKP Ronny Prasadana mengatakan ada dua motif yang melatarbelakangi pengeroyokan yang menewaskan Aditya Eka Putranda. Pertama, berdasarkan pengakuan tersangka, menurut Kasatreskrim pernah ada penyerangan dari Brigata Curva Sud (BCS), salah satu kelompok suporter PSS Sleman. Para tersangka kemudian membalas.
Polisi masih mendalami pengakuan tersangka ini. “Kapan peristiwanya dan apakah ada laporan ke polisi atau tidak,” ucap AKP Ronny.
Motif kedua adanya provokasi dari salah satu tersangka JN yang masih berusia 17 tahun.
“Dia provokasi orang di sekitar lokasi kejadian, mengaku dikejar rombongan BCS. Waktu mencegat rombongan korban, ada kata-kata, ‘Aku Brajamusti, piye’,” lanjutnya.
AKP Ronny Prasadana mengatakan mulanya polisi menangkap 18 orang, tetapi yang ditetapkan menjadi tersangka 12 orang berdasarkan peran di lokasi kejadian.
“12 Tersangka ini dari Brajamusti. Kami akan dalami sampai akar-akarnya,” tegas AKP Ronny.
Kejadian pada Minggu kemarin berawal saat rombongan suporter PSS Sleman yang meliputi Aditya Eka Putranda, 18; ABS, 18; G, 24; dan R, 24 pulang dari menonton pertandingan PSS Sleman versus Persebaya Surabaya di Stadion Maguwoharjo, Sabtu (27/8). Mereka bertolak dari stasion sekitar pukul 23.00 WIB seusai laga.
Di Jalan Bibis Gamping, Sleman, mereka berhenti di perlintasan kereta api. Saat menunggu kereta lewat, rombongan korban ditabrak oleh rombongan pelaku dan terjadilah pengeroyokan.
Empat suporter PSS Sleman menjadi korban. Aditya Eka Putranda meninggal dunia. Sementara korban lainnya mengalami luka-luka. Peristiwa pengeroyokan ini terjadi sekira pukul 00.15 WIB.
Kasatreskrim kemudian merinci peran masing-masing tersangka ini. HN yang sudah berumur 40 tahun memukul korban menggunakan paralon dan mengenai punggung korban. AE, 21, memukul korban dengan stik dan membacok korban menggunakan mandau.
“Alat untuk menganiaya korban dibuang di salah satu kolam di Gamping, ini masih kami cari,” jelasnya.
Kemudian tersangka KI, 26, menendang dan membacok korban dengan celurit. YM, 22 memegangi korban. AP, 29, menarik dan memiting korban. AE, 18, membacok korban. Selanjutnya, AS, 20, menendang dan memukul korban. SM, 37, memukul dan menendang korban. AB, 19, memukul dan membacok korban dengan celurit kecil, serta membawa molotov.
RF, 22, menabrak korban dengan sepeda motornya yang saat ini sudah disita sebagai barang bukti. FS, 31, memukul korban. Sementara, JN, 17, memprovokasi dengan mengatakan dikejar oleh rombongan suporter dan melemparkan kembang api kepada korban.
“JN masih di bawah umur. Dia kami periksa didampingi Balai Pemasyarakatan (Bapas),” ucapnya.
Polres Sleman menyebut pengeroyokan yang mengakibatkan suporter PSS Sleman meninggal dunia dilakukan oleh anggota Brajamusti, kelompok suporter PSIM Jogja.
Petinggi Brajamusti tidak mau mengomentari insiden tersebut. Sekjen Brajamusti Niko Angga enggan menanggapi kematian salah satu suporter PSS Sleman, Aditya Eka Putranda, pemuda 18 tahun asal Gamping, Sleman, yang dikeroyok sekelompok orang yang mengaku sebagai anggota Brajamusti. Dia mengaku masih mengurus persoalan lain.
“Untuk masalah setelah insiden Tugu (insiden pada 25 Juli ketika kerumunan pendukung Persis Solo berkonvoi hingga Tugu Jogja dan memicu sederet kerusuhan yang mengakibatkan satu suporter PSS Sleman meninggal dunia), saya tidak begitu mengikuti. Mohon maaf, saya tidak bisa berkomentar. Saya sekarang fokus beberapa persoalan lainnya. Mungkin bisa langsung ke Pak Pres (Presiden Brajamusti),” katanya. Seperti dikutip dari harianjogja.
Sementara itu, Presiden Brajamusti Muslich Burhanudin sampai saat ini tidak bisa dihubungi. Teleponnya mati dan pesan yang dikirimkan Harian Jogja melalui aplikasi Whatsapp belum direspons.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 80 UU No.14/2014 tentang Perubahan atas UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak, atau Pasal 170 Ayat 2 ke-3e atau Pasal 351 Ayat 3 KUHP dengan ancaman pidana hukuman paling lama 15 tahun penjara.