Mercusuar.co, Semarang – Serangkaian bencana alam siap mengancam wilayah Jawa Tengah (Jateng) seiring terjadinya perubahan musim kemarau ke musim penghujan (pancaroba). Akibat pancaroba ini, sejumlah wilayah di Jateng sudah mulai terdampak yang ditandai dengan bencana banjir dan longsor.
Bencana alam yang merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat ditimbulkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor alam dan faktor nonalam akibat ulah manusia. Bencana itu dipastikan menimbulkan dampak, baik korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan dan kerugian harta benda.
Kabar bencana terbaru terjadi di Kota Semarang. Akibat diguyur hujan deras yang terus menerus, enam rukun tetangga (RT), di Rukun Warga (RW) 6, Perumahan Wahyu Utomo, Kelurahan Tambak Aji, Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang, Minggu (6/11/22) lalu, direndam banjir lumpur.
Selain menimpa wilayah Ibu Kota Provinsi Jateng, cuaca ekstrem juga menimbulkan dampak di delapan kabupaten/kota lainnya. Hujan deras yang turun pada Minggu (6/11) siang dan malam, menimbulkan bencana berupa banjir, tanah longsor, dan angin kencang itu. Dari bencana-bencana itu memang tidak memakan korban luka dan jiwa, namun menimbulkan kerusakan sejumlah bangunan serta infrastruktur.
Berdasarkan catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng, sembilan daerah yang terdampak bencana antara lain Kabupaten Cilacap, Kebumen, Kabupaten Pekalongan, Kendal, Grobogan, Batang, Jepara, dan Demak.
Menanggapi sejumlah bencana yang melanda wilayah Jateng, Anggota Komisi E DPRD Jateng H Ahmad Ridwan SE MM meminta pemerintah daerah (pemda) kota/kabupaten agar melakukan mitigasi atau deteksi dini terhadap bencana alam di daerahnya masing-masing.
Ridwan menilai mitigasi sangat penting dilakukan pemerintah daerah sebagai salah satu upaya untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari bencana, khususnya bagi masyarakat yang berdomisili di daerah rawan bencana.
“Mitigasi ini juga bisa dijadikan landasan atau pedoman untuk merencanakan pembangunan, meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta mengurangi dampak/risiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman,” kata Ridwan.
Untuk mengetahui kesiapan daerah-daerah di Jateng dalam mengantisipasi kebencanaan, anggota legislatif dari PDI Perjuangan itu bersama jajaran anggota Komisi E DPRD Jateng lainnya terus melakukan pemantau di berbagai daerah.
Dengan pengawasan yang ketat dari wakil rakyat yang duduk di DPRD Jateng ini diharapkan mitigasi atau deteksi dini terhadap bencana dioptimalkan oleh pemda masing-masing.
Anggota legislatif Jateng dari dapil 13 tersebut menyebut dalam penanganan kebencanaan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan ujung tombak. Untuk itu, dia meminta BPBD daerah agar bekerja secara optimal, mulai dari pendeksian dini, penanganan darurat, rehabilitasi, dan rekontruksi bencana.
“Untuk mengoptimalkan penanganan kebencanaan, saya mewanti-wanti agar BPBD melakukan konsolidasikan kepada OPD terkait. Kepala daerah juga harus memiliki political will, sehingga ada koordinasi sebelum, saat dan sesudah terjadinya bencana,” katanya.
Ridwan mengakui dalam penanganan soal bencana tidak bisa hanya mengandalkan kepada pemerintah daerah saja. Keterlibatan elemen masyarakat lainnya, seperti TNI, Polri, instansi swasta, relawan, ormas dan masyarakat, perlu ditumbuhkembangkan agar bisa menjadi garda terdepan dalam mengantisipasi setiap terjadinya bencana.
Dia mendukung kebijakan pemerintah daerah yang membentuk Desa Tanggap Bencana (Destana) sebagai salah satu upaya untuk menyadarkan masyarakat tentang risiko bencana. Dengan menumbuhkan sifat kegotongroyongan warga desa, risiko bencana dapat dikurangi dengan adanya kesatuan dan persatuan yang kuat yang digalang masyarakat setempat.
“Dengan adanya Destana masyarakat desa di sekitar kawasan rawan bencana bisa terlindungi dari dampak bencana merugikan lainnya. Dengan bekal ilmu yang diberikan aparat Destana, warga desa bisa mengkaji, menganalisa, menangani, membantu, mengevaluasi dan mengurangi risiko-risiko bencana yang ada di wilayah mereka dengan memanfaatkan sumber daya local,” ujarnya.
Ridwan mengimbau masyarakat Jateng agar meningkatkan kewaspadaan terhadap timbulnya bencana pada musim pancaroba ini. Dari informasi yang disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Semarang, pada bulan November ini diprediksi potensi hujan di wilayah Jateng masih tinggi. Cuaca ekstrem ini diperkirakan akan melanda di sejumlah daerah di Jateng.
Ridwan mengungkapkan cuaca ekstrem berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi berupa banjir, banjir bandang, hujan es, tanah longsor, angin kencang, dan puting beliung.
Untuk itu, Ridwan mengajak masyarakat Jateng agar mewaspadai jika terjadi hujan secara terus menerus, dan hujan yang disertai angin kencang. “Fenomena hujan ekstrem masih terjadi setiap saat di Jateng. Masyarakat perlu waspadai, jika cuaca ekstrem terjadi di wilayahnya. Siapkan tempat perlindungan yang aman, dan jauhi lokasi rawan bencana,” pintanya. (Adv/anf)