Mercusuar.co, Wonosobo – Sejumlah penyandang disabilitas intelektual di Desa Maron, Kecamatan Kejajar membuat karya berupa batik ciprat. Proses pembuatannya hanya dengan mencipratkan cairan malam pada selembar kain. Mereka rutin melakukan produksi batik ciprat setiap hari Sabtu di Balai Desa setempat.
Cara membuat batik ciprat ini terbilang mudah, sebab hanya dengan mencipratkan larutan malam ke selembar kain katun primisima berukuran 2,10 meter x 115 centimeter. Pencipratannya pun biasanya menggunakan kuas, lidi maupun tangan.
Pendamping Shelter Workshop Peduli Tali Kasih, Asref, menjelaskan, dalam proses pembuatan batik ciprat prosesnya hampir sama dengan kain batik yang lain. Namun dalam pembuatan batik ciprat tak menggunakan alat canting seperti lazimnya.
“Batik ciprat ini yang paling mudah dilakukan bagi penyandang disabilitas. Dulu pernah kami coba pakai canting, tapi agaknya cukup menyulitkan para kawan-kawan ini,” jelas Asref kepada Suara Merdeka.
Asref menambahkan, untuk lama pengerjaan tergantung dengan motif yang diinginkan. Bila coraknya simpel dan cuaca bagus, hanya dibutuhkan waktu satu hari hingga batik kering sempurna.
“Sehari kami bisa produksi sebanyak 10 lembar kain, biasanya mereka membuat setiap hari Sabtu mulai pukul 08.00-12.00. Satu lembar kain harganya mulai Rp140 tergantung dengan motifnya, saat ini kami pasarkan produk ke lingkup Pemda Wonosobo, dari Dinsos juga selalu memesan, beberapa kota dan Menparekraf Mas Menteri Sandiaga Uno pernah membeli,” ucap Asref.
Dikatakan Asref, produksi batik ciprat dimulai sejak Februari 2018 silam. Bermula dari pendataan tentang penyandang disabilitas di Desa Maron dan Tlogo, yang ternyata jumlahnya ada 14 orang. Kemudian diberi pengarahan untuk membuat workhsop shelter guna mengajak mereka membuat batik.
“Selama dua tahun kami dibina oleh Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita (B2RSBG) Kartini. Diberi pelatihan, modal hingga peralatan. Lama-lama kami sudah bisa mandiri dan masih berlanjut hingga hari ini,” kenang Asref.
Asref menambahkan, saat ini ada 10 orang yang aktif dalam pembuatan batik ciprat. Sebelum terlibat dalam pembuatan batik, mereka tidak ada kegiatan dan kini mereka telah mendapat tambahan aktivitas dan pendapatan. Soal kendala, menurut Asref, dia mengaku harus sabar dalam mengarahkan mereka.
“Ada yang masih harus diarahkan, ada juga yang sudah bisa jalan sendiri. Hasil penjualan dibagi untuk penghasilan teman-teman dan modal kami untuk kulakan kain juga peralatan. Kami harap batik ciprat terus bisa berlanjut dan pemerintah semakin memberi wadah kaum disabilitas untuk berkarya,” ucap dia.
Salah satu pembuat batik ciprat, Rosid (55) mengatakan sudah empat tahun dia bergelut dengan batik ciprat. Keseharian Rosid adalah buruh bangunan lepas dan seringkali memungut barang rongsok dari lingkungan tempat tinggalnya.
“Senang membuat batik karena dapat tambahan uang. Biasanya buat batik setiap Hari Sabtu bersama kawan-kawan,” aku pria yang juga menjadi Juara 3 dalam Lomba Lari dalam Pekan Special Olympics Nasional (PeSonas) mewakili Wonosobo beberapa waktu lalu.(ang)