[ad_1]
Mercusuar.co, Semarang – Organisasi Kemasyarakatan Islam Dewan Masjid Indonesia (DMI). Pada hari Rabu, 22 Juni 2022, DMI genap berusia 50 tahun.
Di usia 50 tahun ini, DMI menghadapi persoalan yang serius, salah satunya terkait maraknya ormas Khilafatul Muslimin (KM) yang menggejala di beberapa kabupaten dan kota.
Kelompok KM ini menghadirkan keresahan masyarakat. Karena KM ini merupakan “metamorphosis” dari Ideologi Khilafah yang ingin mengganti Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia.
Untuk dapat memainkan peran strategisnya, DMI harus solid dan masing-masing memiliki job deskripsi yang jelas, agar tidak perlu lagi ada hal-hal kecil internal yang mengemuka, apalagi kemudian sempat terbaca, sampai ada “oknum” yang memalsukan tandatangan ketua umum.
Lebih lanjut, di usia 50 tahun bagi perjalanan organisasi yang mewadahi hampir semua perwakilan berbagai ormas, seperti MUI, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, Persis, dll.
Pimpinan Pusat DMI baru menggelar acara Puncak Acara Milad Ke-50 DMI di Auditorium Lt 4 Jl Matraman Raya No 39-41 Jakarta Timur.
DMI yang sekarang dipimpin oleh Dr Muhammad Jusuf Kalla, didirikan dengan maksud untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan, akhlaq mulia dan kecerdasan umat serta tercapainya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT, dalam wilayah Negara Republik Indonesia, yang berbasis masjid.
DMI yang mempunyai kepengurusan di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia mempunyai visi: “Meningkatkan keimanan, ketaqwaan, akhlaq mulia dan kecerdasan umat serta tercapainya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT, dalam wilayah Negara Republik Indonesia”.
Misinya “Mewujudkan fungsi masjid sebagai pusat ibadah, pengembangan masyarakat dan persatuan ummat”.
Sesungguhnya, menurut Prof Ahmad Rofiq, secara sosio-politik dan sosio-ekonomik, DMI merupakan “kawasan” yang seksi dan menarik.
Karena bagi kaum muslimin, hampir pasti tidak bisa dipisahkan dari masjid. Karena ada kewajiban minimal dalam satu pekan, di hari Jumat, kaum muslimin diwajibkan mengerjakan shalat Jumat, dan dilaksanakan secara berjamaah.
Bahkan menurut madzhab yang diikuti mayoritas kaum muslimin di Indonesia, bahwa shalat Jumat dinyatakan sah apabila diikuti oleh 40 orang jamaah tetap (mustauthin).
Karena itu, pada waktu Rasulullah Saw hijrah dan memulai dakwah di daerah Yatsrib yang kemudian diganti nama menjadi Madinah, dan sekarang merupakan satu provinsi di Arab Saudi, pertama kali yang dibangun adalah Masjid Quba.
Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah Saw, pada tahun 1 Hijriyah atau 622 Masehi di Quba, sekitar 5 km di sebelah tenggara kota Madinah.
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Masjid Quba adalah masjid yang dibangun atas dasar takwa (QS. At-Taubah:108) (id.wikipedia.org).
Baru setelah itu, Masjid Nabawy yang hingga sekarang menjadi Masjid terbesar dan termegah di Madinah, yang “wajib” dikunjungi oleh jamaah haji dan umrah dari seluruh penjuru dunia.
Masjid pada masa Nabi Muhammad Saw, selain sebagai pusat kegiatan ibadah, juga merupakan “pusat pemerintahan” untuk merancang konstitusi, tempat musyawarah, dan bahkan tempat pengendalian dan pengelolaan “pemerintahan baru Madinah”.
Karena itu tidak heran, jika W Mongomery Watt (14 Maret 1909 – 24 Oktober 2006) menyebut bahwa “Muhammad saw adalah the Prophet and Statesman” atau Muhammad Saw adalah seorang Nabi dan Negarawan.
Tantangan DMI di usia 50 tahun, tentu usia yang seharusnya sangat produktif. Karena itu, milad Ke-50 ini, mesti dijadikan sebagai momentum muhasabah atau introspeksi diri, agar DMI yang lahir tiga tahun sebelum MUI, dan bahkan itu membidaninya, dapat menunjukkan jati diri dan pengabdiannya bagi masyarakat Indonesia.
Tantangan yang harus dihadapi oleh DMI sangatlah besar?
Jumlah masjid di Indonesia menurut Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla, ada 800.000, terbanyak di dunia.
Setiap 220 orang di suatu kampung ada masjid atau mushalla (KUII, 27 Februari 2020). Dari sisi jumlah tentu ini sangat membanggakan dan meyakinkan.
Akan tetapi, apakah mereka ini cukup potensial dan memiliki posisi tawar (bargaining position) yang memadai. Tampaknya, kita kompak dan jujur menjawab belum.
Masih banyak mereka ini, menjadi sasaran jihad bi l-amwal atau dakwah dengan harta tetangga sebelah, sementara kita yang merasa sudah menjadi bagian besar bangsa ini, merasa berada di zona nyaman.
Laman idibaru.id (1 Oktober 2020) merilis 229 juta orang Indonesia menganut agama Islam (87,2%) dari total penduduk Indonesia yang diproyeksikan 271.066.000 jiwa (kompas.com (8 Januari 2020).
Data dari Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Zudan Arif Fakhrulloh jumpah penduduk Indonesia per-12 Agustus 2020 naik menjadi 268.583.016 jiwa.
Sementara itu, angka kemiskinan di Indonesia menurut versi antaranews.com mengutip Badan Pusat Statistik (BPS) periode September 2019-Maret 2020 mencapai 9,78% atau sebesar 26,42 juta jiwa. Setelah pandemi covid-19 diperkirakan naik menjadi 10,34% (26,85 juta).
Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mencapai 64 juta. Angka tersebut mencapai 99,9 persen dari keseluruhan usaha yang beroperasi di Indonesia (4 September 2020).
“Sekitar 30 persen yang usahanya terganggu. Yang terganggu tapi menciptakan inovasi-inovasi kreatif sekitar 50-70 persen, meskipun mereka terkena dampak,” kata Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan (Liputan6.com, Jumat, 4 September 2020).
Tentu ini menjadi beban berat para pengurus Masjid di seantero Tanah Air, untuk berinisiatif dan berkreasi, bagaimana upaya cerdas mengentaskan angka kemiskinan atau setidaknya menguranginya secara bertahap namun pasti.
Tentu ini pengalaman berharga bagi organisasi besar sekelas DMI. Tidak ada pilihan lain, untuk mampu menjawab semua tantangan, seluruh jajaran pimpinan pusat, wilayah, dan daerah DMI, merapatkan barisan membangun soliditas dan membangun kemitraan strategis, dengan semua pemangku kepentingan.
Pertama, melakukan revitalisasi Dewan Masjid Indonesia (DMI) kembali kepada khithah, untuk memperkuat iman dan taqwa.
Karena masjid pertama kali dibangun atau membangun fondasi keimanan dan ketaqwaan (QS. At-Taubah (9): 108).
Karena masjid melalui seluruh jajaran DMI dari pusat hingga daerah, harus mampu memakmurkan masjid dan masjid memakmurkan umat, agar hidayah terus bisa menyelimuti para jamaah (QS. At-Taubah (9): 18) dan tidak sampai iman mereka tergadai hanya karena mereka tergoda oleh kebutuhan dasar mereka.
Kedua, penataan skala prioritas program penataan masjid, remaja masjid, dan pemberdayaan ekonomi, agar ke depan remaja masjid dapat diungkit dan dipicu untuk menjadi kewirausahaan berbasis masjid.
Agar mereka ini, menjadi generasi millennial yang moderat di dalam beragama, dan berhati masjid.
Modernitas dan moderasi hanya bisa dilakukan dan diwujudkan dengan menyatukan modernisasi dan basis masjid sebagai fondasi dan kerangka fikir dan dzikir sosialnya.
Selamat Milad ke-50 Dewan masjid Indonesia (DMI), semoga DMI terus mampu mengawal dan memakmurkan jamaah, dengan revitalisasi khithah dan memakmurkan jamaah, demi kemuliaan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Allah a’lam bi sh-shawab.
Prof Dr Ahmad Rofiq MA, Ketua PW Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Jawa Tengah, Guru Besar Pascasarjana dan FSH UIN Walisongo Semarang, Direktur LPPOM-MUI Jawa Tengah, Ketua DPS Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang, Anggota BPS BPRS Bina Finansia, Koordinator Wilayah Indonesia Tengah MES Pusat, dan Anggota Dewan Penasehat IAEI Pusat.(dj)
[ad_2]
Source link