Mercusuar.co Wonosobo – Sejumlah siswa di salah satu sekolah negeri di Wonosobo mengkampanyekan anti perundungan, intoleransi dan kekerasan seksual melalui drama Ande-ande Lumut. Pencegahan tiga hal tersebut di lingkungan sekolah hendaknya dilakukan dengan cara kreatif dan melibatkan para siswa.
Sebanyak tiga belas siswa SMP Negeri Mojotengah 1 membawakan drama berjudul Ande-ande Lumut. Pertunjukan ini sarat akan makna, terutama dalam mencegah perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi.
Sutradara Drama Ande-ande Lumut, Tematius Isyanto menjelaskan, dia sengaja mengambil judul kisah tersebut karena banyak pelajaran yang bisa diambil. Bagaimana tokoh Klenting Kuning mendapat deskriminasi dari saudara-saudaranya dalam merebut hati Ande-ande Lumut.
“Cerita Ande-ande Lumut sudah tidak asing lagi dalam dunia dongeng. Karena kami ingin mendidik anak mencegah intoleransi, perundungan dan kekerasan seksual, maka ceritanya kami coba modifikasi. Kami ingin melalui drama bisa mengkampanyekan hal tersebut agar siswa lebih paham esensinya,” terang Tematius Isyanto pada saat Deklarasi dan Penandatanganan Pakta Integritas Pencegahan Intoleransi, Perundungan an Kekerasan Seksual di SMP Negeri 1 Mojotengah, Jumat (2/9).]
Drama
Di dalam tiap adegan, lanjut Tematius, ada beberapa nilai yang menggambarkan perundungan, intoleransi dan kekerasan seksual. Di mana intoleransi digambarkan dengan sikap membeda-bedakan antara Klenting Kuning dan Klenting Hijau, Merah dan Biru.
“Banyak juga adegan yang menggambarkan perundungan seperti Klenting Kuning yang selalu dibentak saudara-saudaranya. Kalau untuk kekerasan seksual digambarkan dengan Yuyu Kangkang yang meminta imbalan setiap orang harus menciumnya jika ingin ditolong. Namun ini disimbolkan dengan tongkat berbentuk hati,” jelas pria yang juga guru mapel PPKn ini.
Dia mengaku hanya melakukan persiapan selama dua hari dan melibatkan para siswa anggota OSIS. Oleh karenanya, Tematius menekankan para pemain untuk lebih banyak berimprovisasi.
“Setelah dapat mandat langsung cari materi pada malamnya, paginya kami permak, siang langsung latihan dengan anak-anak. Tadi malam sampai jam 22.00 latihan. Drama kami buat singkat diambil intinya yang penting bermakna,” tukasnya.
Salah satu pemeran drama tersebut yang mencuri perhatian adalah tokoh Yuyu Kangkang yang dibawakan oleh M. Irsyad Baehaqi (14). Dia berhasil mengocok perut penonton dengan perannya yang totalitas dan penuh percaya diri.
“Tokoh Yuyu Kangkang ini kalau dimintai tolong selalu mengharap imbalan dengan dicium. Nah ini yang bisa dipetik tentang kekerasan seksual, hal tersebut tidak boleh terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Saya memberanikan diri memerankan Yuyu Kangkang karena memang digambarkan dengan sosok yang humoris,” tutur Irsyad.
Pada saat yang sama, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Mojotengah Tri Hari Agustanti menjelaskan, pihaknya ingin mengedukasi siswa mengenai pencegahan tiga larangan dalam dunia pendidikan dengan cara yang kreatif. Hal tersebut bertujuan agar siswa didik lebih memahami dan mengamalkan apa yang dikampanyekan.
“Drama ini merupakan simulasi ada perundungan yang mana Mbok Rondo memperlakukan anak satu berbeda dengan yang lain. Bulliying ditandakan dengan menjelek-jelekkan dan lainnya. Kami libatkan semua siswa juga untuk membuat yel-yel dan tanda tangan pakta integritas,” tutur Tri.
Hal ini mendapat apresiasi dari Kepala Disdikpora Tono Prihatono yang menyimak acara dari awal hingga akhir. Menurutnya, dalam mengedukasi siswa tak melulu harus ceramah, melainkan dilibatkan langsung dan dengan cara kreatif.
“Ini lah yang dinamakan dengan merdeka belajar, yang mana mendorong anak bernalar kritis dan kreatif. Tadi setiap kelas membuat yel-yel tentang anti intoleransi, perudungan dan kekerasan seksual. Semoga hal ini bisa mengena di hati siswa sehingga mencegah kejadian yang tidak diinginkan,” tutup Tono.