[ad_1]
Mercusuar.co, Purbalingga – Ratusan pengunjung hari pelepasan siswa/siswi kelas 6 SD Negeri 1 Tetel, Kecamatan Pengadegan, Kabupaten Purbalingga yang terdiri dari siswa, guru, wali murid, dan perangkat desa terlibat menari besama dalam flash mob di halaman sekolah, Kamis (16/6/2022). Selanjutnya panggung perpisahan dimeriahkan dengan berbagai tarian tradisional hingga kudalumping.
“Flash Mob digelar sebagai pembuka panggung perpisahan. Selanjutnya penampilan siswa/ siswi per kelompok,” ungkap Kusno, Kepala SDN 1 Tetel kepada Mercusuar.co di sela-sela jalannya perpisahan.
Kusno menjelaskan, flash mob dalam bentuk tari tradisional bukan saja digelar sebagai pembuka hari pelepasaan peserta didiknya yang sudah lulus kelas 6. Tapi lebih bertujuan sebagai salah satu materi pembelajaran menyambut program Merdeka Belajar di sekolahnya.
“Flash Mob ini untuk menunjukan bahwa sekolah kami sudah siap melakukan program merdeka belajar,” jelsnya.
Merdeka Belajar menurut Kusno adalah sebuah kegiatan sebagai salah satu langkah mentransformasi pendidikan demi terwujudnya SDM Unggul yang memiliki Profil Pelajar Pancasila.
“Mendidik anak untuk faham tentang Pancasila itu penting, salah satunya harus cinta tanah air. Wujud cinta tanah air itu juga salah satunya memahami budaya dan tradisi di negeri ini. Bagaimana mau disebut cinta NKRI kalau terhadap budaya dan tradisinya sendiri nol,” ujarnya.
Lebih lanjut Kusno menerangkan, selain flash mob, panggung hari pelepasan peserta didiknya juga dihibur dengan berbagai pertunjukan tarian tradisional. Bahkan acara ditutup dengan tarian Ebeg (Kudalumping) yang juga dilakukan oleh siswa/siswi SDN 1 Tetel.
“Kami sediakan panggung pada hari perpisahan ini sengaja agar anak-anak bisa menampilka kebolehannya. Ada tari-tarian trdisonal, bahkan tarian ebeg. Ya cuma tarian, tidak sampai janturan,” terangnya.
Kusno juga menambahkan kalau semua pakaian, kausteem yang dikenakan anak-anak saat pentas di panggung mengenakan drescode seadanya. Karena pihaknya juga melarang anak-anak menyewa pakaian untuk menari.
“Mereka memang saya larang untuk menyewa pakaian. Saya suruh mengenakan pakaian seadanya, karena saya berharap mereka terbiasa mengenakan apa adanya. Yang penting kwalitas gerakannya, bukan bajunya. Dan ini sebagi upaya memberikan pemahaman kalau mau berbuat sesuatu jangan karena tampilan, tapi lebih kepada manfaat,” pungkasnya.(angga)
[ad_2]
Source link