[ad_1]
Mercusuar.co, Semarang – Dr. K.H. Abdurrahman Wahid, atau yang akrab disapa Gus Dur lahir dari keluarga terhormat karena sang ayah Wahid Hasyim merupakan anak dari Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri NU (Nahdlatul Ulama) dan Pesantren Tebuireng Jombang. Sedangkan, ibunya Hj Sholehah merupakan anak dari pendiri Pesantren Denanyar Jombang.
Gus Dur, adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Ia menggantikan Presiden B.J. Habibie setelah dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilu 1999.
Gus Dur pernah menjadi Katib Awwal PBNU, Ketua Dewan Tanfidz PBNU, dan Ketua PBNU. Gus Dur pula yang mendirikan partai politik Partai Kebangsaan Bangsa (PKB).
Darah ulama yang mengalir di dalam tubuh Gus Dur itu membuat tindak-tanduknya selalu berasaskan pada ketuhanan.
Gus Dur kerap kali mengunjungi makam yang belum jelas identitasnya. Akan tetapi justru Gus Dur beranggapan bahwa makam yang dikunjunginya itu merupakan makam seorang wali.
Maka tak heran, usai berita Gus Dur mengunjungi makam yang belum jelas identitasnya itu, masyarakat yang lain ikut berbondong-bondong menziarahinya.
Atas kasus tersebut, tak pelak Gus Dur kerap dijuluki sebagai penemu makam para wali. Seperti kisah Gus Dur ziarah ke makam wali Qutub di Gunung Lawu.
Kiai Sastro Al Ngatawi mantan asisten pribadi Gus Dur memiliki banyak pengalaman spiritual yang luar biasa selama bersama Gus Dur.
.
Suatu ketika, ia diajak Gus Dur berziarah ke makam Eyang Gusti Aji di kaki gunung Lawu. Makam tokoh ini dikenal sebagai tempat untuk bersemedi kelompok abangan. Konon, hampir semua tokoh abangan berziarah ke tempat ini.
Dikisahkan, pada pukul 02.00 WIB dini hari, Gus Dur dan Kiai Sastro Al Ngatawi mulai naik menuju pemakaman.
Kiai Sastro Al Ngatawi lalu bertanya, “Kita ngapain Gus di sana nanti?,”
“Ya tahlil, wong biasanya kita tahlil,” jawab Gus Dur.
“Katanya tokoh ini pentolannya abangan ya Gus?,” tanya Kiai Sastro Al Ngatawi.
“Yang ngerti Islam atau bukan itu hanya gusti Allah,” jawab Gus Dur pendek.
Singkat cerita, Gus Dur memulai tahlil. Dalam berdoa, mereka menyebut “Doa untuk ahli kubur yang dimakamkan di sini, kalau Engkau meridhai”.
Tahlil yang dilakukan oleh Gus Dur di makam tersebut akhirnya selesai. Setelah itu tiba-tiba juru kunci meminta Gus Dur masuk ke dalam gedung tempat penyimpanan pusaka.
Kemudian, Gus Dur juga diminta mengambil pusaka, dan apa yang diambil itu nantinya akan jadi pegangan. Dengan keadaan gelap gulita, pemilihan pusaka dilakukan secara acak.
Akhirnya, Gus Dur pun masuk dan mengambil salah satu pusaka. Ternyata, yang diambil Gus Dur adalah sebuah buku. Tidak hanya itu, kemudian Gus Dur diminta mengambil satu lagi dan memperoleh kain.
Bagitu dibuka di luar ruangan, buku yang terambil adalah Alquran. Artinya, Alquran ini menjadi pegangan hidup.
“Kalau selendangnya sendiri, apa artinya Gus”, tanya Kiai Sastro Al Ngatawi.
“Embuh, mungkin untuk nggendong bongso (Tidak tahu, mungkin untuk menggendong bangsa)”, jawab Gus Dur.
Selanjutnya, Alquran yang terambil itu diminta kembali, sedangkan selendangnya boleh dibawa pulang.
“Wah, beliau yang dimakamkan di sini ternyata wali kutub yang menyembunyikan diri”, kata Gus Dur.(dj)
[ad_2]
Source link