Mercusuar.co, Jakarta – Pelanggaran HAM berat memiliki arti tersendiri, sesuai dengan Statuta Roma yang sudah disepakati.
Pengertian pelanggaran HAM berat adalah, kejahatan negara yang dilakukan dengan sengaja kepada masyarakat sipil dan dilakukan berulang kali, dan melahirkan sebuah pola kekerasan.
Jika merujuk Statuta Roma terkait pelanggaran HAM berat. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut kasus pembunuhan brigadir j tidak dikategorikan kasus pelanggaran HAM berat.
Hal itu diungkapkan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Senin (29/8), seperti dikutip dari Kompas.com.
Taufan kemudian mencontohkan di daerah operasi militer (DOM) yang sering terjadi kekerasan pelanggaran HAM akibat kebijakan pemerintah.
“Dalam operasi militer itu, kemudian tentara kita melakukan kejahatan-kejahatan HAM. Memeriksa orang dengan kekerasan, menyiksa, bahkan ada pemerkosaan dan pembunuhan di berbagai tempat dalam periode tertentu,” tutur Taufan.
Saat ini banyak masyarakat salah kaprah mengenai definisi pelanggaran HAM berat. Banyak warga masih menilai pelanggaran HAM berat sebagai bentuk sadistis atau kekejama yang diterima korban.
“Karena konotasinya begini, kalau ada (pelanggaran HAM) berat, berarti ada (pelanggaran) ringan. Lah ini orang (pembunuhan Brigadir J) kepala ditembak di sini kok enggak (pelanggaran) berat?” ujar Taufan.
Namun frasa pelanggaran HAM berat, kata Taufan, tidak bisa sepenuhnya menerjemahkan Statuta Roma tentang gross violation of human rights.
Apa Saja yang Termasuk Pelanggaran HAM Berat
Mengutip Amnesty Internasional Indonesia, sesuai standar HAM internasional, ada empat jenis pelanggaran HAM berat yang diatur dalam Pasal 5 Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional atau Rome Statute of the International Criminal Court (ICC).
Empat kategori pelanggaran HAM berat sebagai berikut.
Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu kejahatan meluas dan sistematik yang ditujukan kepada warga sipil, yang tidak manusiawi dan menyebabkan penderitaan fisik dan mental. Bentuk perbuatannya dapat berupa:
1. pembunuhan di luar hukum.
2. penyiksaan dan hukuman kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
3. penghilangan paksa.
4. perbudakan dan praktik serupa perbudakan.
5. deportasi atau pemindahan penduduk secara paksa.
6. perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, pemaksaan kehamilan, pemaksaan sterilisasi, atau bentuk kekerasan seksual lain yang memiliki bobot setara.
7. diskriminasi sistematis, khususnya berdasarkan ras, etnis, atau jenis kelamin, melalui aturan hukum dan kebijakan yang bertujuan mempertahankan subordinasi suatu kelompok.
Genosida, yaitu pembantaian brutal dan sistematis terhadap sekelompok suku bangsa dengan tujuan memusnahkan seluruh atau sebagian bangsa tersebut. Bentuknya dapat berupa:
1. pembunuhan anggota kelompok.
2. penyiksaan dan hukuman kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
3. sengaja menciptakan kondisi hidup yang memusnahkan.
4. mencegah kelahiran.
5. memindahkan anak-anak secara paksa.
Kejahatan perang, yaitu pelanggaran terhadap hukum perang, baik oleh militer maupun sipil. Bentuknya dapat berupa:
1. menyerang warga sipil dan tenaga medis.
2. perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, pemaksaan kehamilan, pemaksaan sterilisasi, atau bentuk kekerasan seksual lain yang memiliki bobot yang setara.
3. menyerang pihak yang telah mengibarkan bendera putih tanda menyerah.
Agresi, yaitu perilaku yang bertujuan menyebabkan bahaya atau kesakitan terhadap target serangan.