[ad_1]
Mercusuar.co, Jakarta – Mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Hajar diduga melakukan tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan, dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik, dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau tindak pidana pencucian uang.
“Dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar Rupiah,” katanya Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah kepada Tempo, Sabtu (9/7).
Untuk modus, kata Kombes Nurul, Ahyudin dan Ibnu Khajar diduga melakukan penyimpangan sebagian dana itu untuk kepentingan pribadi masing-masing, berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi.
“Kedua pengurus yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak pernah mengikutsertakan pihak ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR dan tidak pernah memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial/CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing, serta pengunaan dana sosial/CSR yang merupakan tanggung jawabnya,” katanya.
Mabes Polri mengatakan ada sejumlah pasal pidana yang diduga dilanggar Ahyudin bersama rekannya, Ibnu Hajar dalam penyelewengan dana korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610.
“Hasil penyelidikan, diketahui Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengelola dana sosial/CSR dari pihak Boeing untuk disalurkan kepada ahli waris para korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 yang terjadi pada 18 Oktober 2018,” katanya.
Namun, kata Kombes Nurul, pada pelaksanaan penyaluran dana sosial/CSR, para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial/CSR tersebut.
“Pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial/CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing, serta pengunaan dana sosial/CSR tersebut,” ujarnya.(dj)
[ad_2]
Source link