Mercusuar.co, Semarang – Pemerintah sebaiknya jangan menaikkan harga Pertalite dan Solar pada tahun ini dan sebaiknya fokus pada pembatasan BBM bersubsidi, yang sekitar 60% tidak tepat sasaran.
“Pemerintah sebaiknya fokus pada pembatasan BBM bersubsidi, yang sekitar 60% tidak tepat sasaran. MyPertamina tidak akan efektif membatasi BBM agar tepat sasaran. Bahkan menimbulkan ketidakadilan dengan penetapan kriteria mobil 1.500 CC ke bawah yang berhak mengunakan BBM subsidi,” ujar Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi dalam keterangan tertulis yang diterima Solopos.com, Minggu (21/8).
Menurutnya, pembatasan BBM subsidi paling efektif pada saat ini adalah menetapkan kendaraan roda dua dan angkutan umum yang berhak menggunakan Pertalite dan Solar.
Lebih lanjut, opsi penaikkan harga BBM subsidi bukanlah pilihan yang tepat saat ini. Alasannya, kenaikkan harga Pertalite dan Solar, yang proporsi jumlah konsumen di atas 70%, sudah pasti akan menyulut inflasi.
“Kalau kenaikkan Pertalite hingga mencapai Rp10.000 per liter, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0.97%, sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2%. Dengan inflasi sebesar itu akan memperburuk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4%,” ujar Fahmy.
Agar momentum pencapaian ekonomi itu tidak terganggu, lanjutnya.
Fahmy juga mengusulkan, di luar sepeda motor dan kendaraan umum, konsumen harus menggunakan Pertamax ke atas. Pembatasan itu, selain efektif juga lebih mudah diterapkan di semua SPBU.
Untuk itu, kriteria sepeda motor dan kendaraan umum yang berhak menggunakan BBM subsidi segera saja dimasukan ke dalam Perpres No 191/2014 sebagai dasar hukum.
“Ketimbang hanya melontarkan wacana kenaikkan harga BBM subsidi, Pemerintah akan lebih baik segera mengambil keputusan dalam tempo sesingkatnya terkait solusi yang diyakini Pemerintah paling tepat tanpa menimbulkan masalah baru,” ujarnya.
Seperti diketahui, rencana penaikkan harga Pertalite dan Solar gencar dikomunikasikan oleh Pemerintah. Mulai dari Presiden Joko Widodo, disusul Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, hingga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Bahkan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa Presiden Jokowi mungkin akan mengumumkan kenaikan harga Pertalite dan Solar pada pekan ini.
Hal ini karena beban APBN untuk subsidi energi semakin membengkak hingga mencapai Rp502,4 triliun. Bahkan bisa mencapai di atas Rp600 triliun jika kuota Pertalite ditetapkan sebanyak 23.000 kilo liter akhirnya jebol.
“Itu modelling ekonominya saya kira sudah dibuat, nanti mungkin minggu depan Presiden akan mengumumkan mengenai apa, bagaimana, mengenai kenaikan harga [BBM] ini,” ulas Luhut seperti dilansir Antara, Jumat (19/8).
Dia mengatakan dengan pernyataan Presiden yang sudah mengindikasikan tidak mungkin harga BBM Pertamina terus ditahan. Apalagi, kata mantan Kepala Kantor Staf Presiden ini, harga BBM Indonesia masuk termurah se-kawasan.
“[Harga BBM] kita jauh lebih murah dari yang lain dan itu beban terlalu besar kepada APBN kita,” katanya.
Ia pun meminta masyarakat bersiap untuk kemungkinan adanya kenaikan harga BBM. Pasalnya, pemerintah juga harus menekan terus meningkatnya beban subsidi di APBN.
“Karena bagaimanapun, tidak bisa kita pertahankan demikian. Jadi tadi, mengurangi pressure [tekanan] ke kita karena harga crude oil [minyak mentah] naik, itu kita harus siap-siap,” pintanya.