[ad_1]
Mercusuar.co, Jombang – Mbah Hasyim muda menimba ilmu di beberapa pesantren. Salah satunya kepada Mbah Kholil Bangkalan di pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura.
Ketika menimba ilmu di pesantren Kademangan, Bangkalan, beliau merupakan santri termuda pada saat itu.
Syaikhona Kholil Bangkalan Madura atau Mbah Kholil memang dikenal secara luas sebagai seorang Wali Allah.
Menceritakan karomah Syaikhona Kholil Bangkalan atau Mbah Kholil seakan tidak pernah ada habisnya.
Dikisahkan pada saat itu Syaikhona Kholil Bangkalan Madura atau Mbah Kholil memanggil santrinya, yaitu KH. As’ad Syamsul Arifin.
“As’ad kesini,”
“Iya Kiai,”
“Kamu tidak lupa rumahnya Hasyim kan,” kata Mbah Kholil.
Syaikhona Kholil pun menegaskan lagi dengan berkata
“Hasyim Asy’ari,”
“Iya Kyai,”
“Di mana rumahnya?,”
“Tebuireng,”
“Dari mana asalnya,” tanya kembali Mbah Kholil memastikan.
“Dari Desa Keras Jombang Kiai, putranya Kiai Asyari Desa keras,” jawab sang santri.
“Ya benar, ini tasbih hantarkan,” kata Mbah Kholil kepada santri itu
Kemudian santri tersebut pun diberi uang satu ringgit dan rokok, kemudian Ia kumpulkan semuanya menjadi tiga ringgit dengan yang dulu.
Sebelum berangkat tasbih tadi itu pun dipegang ujungnya oleh Mbah Kholil sambil berdzikir “Ya Jabbar Ya Jabbar Ya Jabbar Ya Qahhar Ya Qahhar Ya Qahhar”.
Jadi “Ya Jabbar” satu kali putaran tasbih “Ya Qahhar” satu kali putaran tasbih, santri yang mengantarkan itu juga disuruh dzikir oleh Mbah Kholil.
Setelah selesai santri itu pun disuruh mendekat setelah mendekat, santri itu tengadahkan lehernya,
Setelah berpamitan dengan Mbah Kholil, saya pun melakukan perjalanan ke Jombang, seperti halnya tongkat yang dulu.
Di tengah jalan pun ada saja yang mengolok-olok santri suruhan Mbah Kholil tersebut
“Masih muda kok berkalung tasbih,”
Namun santri itu tidak peduli dan berjalan lagi, bertemu kembali dengan yang membicarakan
“Ini orang yang megang tongkat itu ya wah Haza Majnun ini orang gila,”
Santri itu pun tidak menjawab dan bicara kalau sebelum bertemu Mbah Hasyim. Ternyata santri itu berpuasa, tidak bicara, tidak makan, tidak merokok karena amanatnya Mbah Kholil.
Singkat cerita akhirnya santri itu pun sampai di Tebuireng, Mbah Hasyim Asy’ari yang sudah mengenalinya bertanya.
“Apa itu,”
“Saya mengantarkan tasbih,” jawab santri itu.
“Masya Allah Masya Allah, saya diperhatikan betul oleh guru saya, mana tasbihnya?,” tanya Mbah Hasyim.
“Ini Kyai,” jawab santri dengan menjulurkan lehernya.
“Loh,” Mbah Hasyim pun kaget
“Ini Kyai, tasbih ini dikalungkan sendiri oleh Kiai Kholil ke leher saya sampai sekarang saya tidak berani memegangnya saya takut suul adab tidak sopan kepada guru sebab Tasbih ini untuk Anda, saya tidak akan berbuat apa-apa terhadap barang milik anda,” jelas sang santri.
Kemudian tasbih pemberian gurunya itu diambil oleh Mbah Hasyim
“Apa kata Kiai Kholil,” tanya Mbah Hasyim.
“Ya Jabbar Ya Jabbar Ya Jabbar Ya Qahhar Ya Qahhar Ya Qahhar, siapa yang berani pada NU akan hancur, siapa yang berani pada ulama akan hancur,” ini dawuhnya.(dj)
[ad_2]
Source link