[ad_1]
Mercusuar.co, Jakarta – Isu penyelewengan dana oleh lembaga kemanusiaan yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) berhembus melalui laporan Majalah Tempo edisi 2 Juli 2022.
Dalam laporannya berjudul ‘Kantong Bocor Dana Umat’, Tempo menyajikan berbagai tulisan hingga informasi soal jumlah dana yang ACT kumpulkan, pengelolaannya hingga kebocoran di sana.
Dana ratusan miliar tersebut digunakan untuk berbagai program. Mulai dari membantu korban bencana alam hingga pembangunan sekolah, ataupun tempat ibadah. Akan tetapi pengelolaan dana ratusan miliar tersebut juga diduga bermasalah. Mantan Presiden ACT, Ahyudin, disebut terseret dalam masalah penyelewengan dana masyarakat tersebut.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menanggapi kasus lembaga kemanusiaan ACT yang kini disorot karena dugaan penyelewengan dana umat yang mereka kumpulkan. Belajar dari kasus itu, dia menyarankan diperlukan adanya badan pengawas khusus lembaga filantropi.
“Bisa lembaga khusus, bisa juga lembaga yang melekat kepada birokrasi yang sudah ada,” ujar dia usai menjalankan salat Idul Adha, Jakarta International Equestrian Park, Jakarta Timur, pada Sabtu, (9/7).
Jika mengacu pada misalnya Badan Pengelola Keuangan Haji atau BPKH, kata dia, itu memiliki pengawas khusus yang dipilih langsung oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Karena, menurut Abdul Mu’ti, uang triliunan jika tidak ada yang mengawasi, namanya uang itu, tetap saja uang, orang tetap saja senang dengan uang tersebut.
Sehingga lembaga filantropi yang belum ada pengawasnya, memang akan lebih bagus jika ada yang mengawasi secara independen dan bertanggung jawab sesuai mandat UU atau hukum yang kuat lainnya. Serta akan memiliki kekuatan untuk mengawasinya.
Contoh lainnya, Abdul Mu’ti menambahkan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU juga ada pengawasnya. Bahkan, kata dia, mereka bisa memberikan vonis kalau ada pelangaran, termasuk memberikan sanksi. “Untuk pemerintah ada yang namanya Ombudsman yang mengawasi government agar bekerja dengan baik,” tutur dia.
Sementara, Abdul Mu’ti mengatakan, lembaga filantropi yang mengelola dana ratusan miliar tidak ada pengawasnya, andalannya hanya akuntan. Dia menilai hal itu rentan dan bisa membuat orang melakukan penyimpangan. “Nah inilah yang memang saya kira perlu menjadi bagian dari catatan,” kata Abdul Mu’ti.
Dia berharap bahwa setelah ini, persoalannya tidak berhenti dengan ACT dibekukan, tapi kemudian bagaimana integritas mereka yang menjadi pengelola lembaga filantrilopi itu memang harus diperkuat. “Kemudian pengawasan oleh lembaga apakah itu independen atau lembaga khsus sangat diperlukan agar hal serupa tidak akan terjadi di masa yang akan datang,” ujar Abdul Mu’ti.(dj)
[ad_2]
Source link