MERCUSUAR.CO, Wonosobo – Lingkungan yang bahagia bisa mencegah terjadinya pristiwa intoleransi, perundungan dan kekerasan seksual. Untuk itu SMP Negeri 1 Kalikajar mendeklarasikan anti tiga dosa besar dalam pendidikan dan membentuk tim penanganan anti tiga dosa besar.
Disampaikan Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Kalikajar, Agus Harjanto, S.Pd saat membuka deklarasi anti tiga dosa besar dalam pendidikan, bahwa tiga dosa besar dalam pendidikan merupakan hal yang harus dicegah, bila tidak akan berdampak pada kondisi fisik dan psikis yang mempengaruhi perkembangan anak.
Guna mencegah hal ini terjadi di sekolah, pihaknya telah membentuk tim penanganan. Tim tersebut terdiri dari beberapa guru yang telah diberi tanggung jawab masing-masing, terutama dalam memantau kondisi anak. Mereka juga sudah merencanakan untuk melakukan termasuk dengan jadwal pelaksanaan dan penanggung jawabnya.
“Ada sosialisasi, memberikan pendidikan agama, memberikan pelayanan pada siswa tanpa memandang sara. Dan juga akan melakukan kampanye anti perundungan, kekerasan seksual, intoleransi, dan masih banyak lainnya,” ucap Agus.
Agus berharap deklarasi ini bisa menjadikan semangat anak-anak dan pendidik untuk mencegah tiga dosa besar dalam pendidikan. Sehingga sekolah bisa menjadi kondusif dan ramah dan membuat situasi nyaman dalam belajar mengajar.
“Semoga nanti peserta didik menjadi manusia berkualitas yang dapat menghadapi tantangan zaman, berakhlah mulia, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan tanggung jawab,” imbuh Agus.
Sekretaris Disdikpora Slamet Faizi, S.Pd, M.Pd mengapresiasi upaya yang dilakukan SMP Negeri 1 Kalikajar dengan deklarasi tersebut. Di Wonosobo sudah ada beberapa sekolah melakukan hal demikian.
“Kami harap program ini efektif untuk meretas tiga dosa besar pendidikan. Intoleransi dan perundungan korbannya sangat serius, kekerasan seksual juga seperti fenomena gunung es. Deklarasi menjadi pintu masuk agar kejadian bisa diantisipasi,” terang Slamet.
Dia menegaskan cara sederhana memberantas tiga dosa besar dalam pendidikan adalah dengan memberikan ruang bahagia kepada peserta didik. Jika guru dan peserta didik sudah bahagia maka akan tercipta ekosistem yang baik di sekolah.
“ Salah satu instrumennya melalui lingkungan belajar. Bagaimana melihat ekosistem di sekolah bagus atau tidak bergantung pada ruang bahagia yang diberikan sekolah. Kalau kepala sekolah bahagia, guru juga bahagia, nanti menular pada murid yang bahagia. Jika tidak ada kebahagiaan tiga dosa besar ini rentan muncul,” tegas Slamet.
Siswa kelas 8 Bilqis Miftahul Jannah, mengatakan usai deklarasi dirinya makin paham untuk turut dalam pencegahan intoleransi, perundungan dan kekerasan seksual. Dia mengakui di lingkungan sekolahnya sesekali dijumpai bulliying.
“Biasanya anak kelas 7 yang baru masuk karena selisih pendapat. Setelah ini saya akan lebih berani menegur dan mengingatkan kalau ada peristiwa seperti itu,” pungkas Bilqis. (**)