[ad_1]
Mercusuar.co, Jombang – Tersangka pencabulan santriwati, Mochamad Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi (42), akhirnya semalam menyerahkan diri.
Mas Bechi yang merupakan anak Kiai Muchtar Mu’thi, pengasuh Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Ploso, Desa Losari, Ploso, Jombang itu menyerahkan diri, setelah personel gabungan melakukan pencarian di area Pondok Pesantren Shiddiqiyyah selama 15 jam.
Mas Bechi yang sudah bertahun-tahun masuk daftar pencarian orang (DPO) dan sangat sulit untuk ditangkap itu menyerahkan dirinya pada hari Kamis (7/7) sekitar pukul 23.35 WIB.
Proses penangkapan Mas Bechi berujung pembekuan izin Pondok Pesantren (Ponpes) Shiddiqiyyah Ploso, Desa Losari, Ploso, Jombang, Jawa Timur itu.
Perkara tersebut sudah mulai diusut sejak tahun 2019, saat seorang korban berinisial NA melaporkan kasusnya. Anak kiai itu dilaporkan ke polisi pada 29 Oktober 2019 oleh korban berinisial NA, salah seorang santri perempuan asal Jawa Tengah.
Pada 12 November 2019, Polres Jombang mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan. Lalu Januari 2020, Polda Jatim mengambil alih kasus tersebut.
Mas Bechi berusaha melawan penetapan dirinya sebagai tersangka dengan melakukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya namun ditolak. Ia kemudian kembali mengajukan gugatan ke PN Jombang dan kembali ditolak
Polda Jatim pun menetapkan Mas Bechi sebagai DPO dan memintanya menyerahkan diri. Beberapa waktu belakangan ini polisi pun kembali melakukan upaya penjemputan terhadap Mas Bechi.
Kapolres Jombang AKBP Moh. Nurhidayat mengungkapkan, upaya penangkapan terhadap Mas Bechi sempat dilakukan petugas gabungan dari Polda Jawa Timur dan Polres Jombang, Minggu (3/7/2022) siang.
Namun upaya itu gagal. Bahkan sempat beredar video yang menayangkan pertemuan seorang kiai dengan Kapolres Jombang AKBP Moh Nurhidayat.
Di video itu, ayah Mas Bechi menyampaikan ke Kapolres Jombang bahwa kasus yang menimpa anaknya merupakan upaya fitnah dan menjadi masalah keluarga.
Dalam kesempatan terpisah, Kapolres Jombang membenarkan video itu, namun tetap menyatakan proses hukum terhadap Mas Bechi tetap berjalan.
Pada Kamis (8/7/2022) kemarin, ratusan kepolisian dari Polda Jatim dan Polres Jombang pun melakukan upaya jemput paksa terhadap Mas Bechi.
Kabid Humas Polda Jatim Dirmanto mengatakan pihaknya terpaksa melakukan upaya penjemputan paksa terhadap Mas Bechi karena tersangka pencabulan itu tidak kooperatif.
“Polisi sudah melewati praperadilan 2 kali, kemudian P19 tiga kali, kemudian 4 kali koordinasi dengan kejaksaan,” ujar Dirmanto kepada wartawan, Kamis (7/7).
Penangkapan berlangsung dramatis dengan melibatkan ratusan polisi. Para polisi sudah berada di sekitaran ponpes sejak pagi. Tersangka Mas Bechi baru bisa ditangkap jelang tengah malam setelah seharian bersembunyi.
Menanggapi lamanya proses polisi menangkap Mas Bechi, Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan ada aspek keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) yang turut dipertimbangkan polisi dalam upaya penangkapan tersebut.
Selanjutnya, Agus juga menyarankan agar Kementerian Agama juga memberikan dukungan dengan memberikan sanksi pembekuan izin ponpes tempat Mas Bechi melakukan tindakan pencabulan.
“Masyarakat tidak memasukkan putra-putrinya ke ponpes tersebut, Kementerian Agama memberi sanksi pembekuan izin Ponpes dan lain-lain,” tambahnya.
Sementara itu, pihak Kementerian Agama (Kemenag) pun akhirnya mencabut izin operasional Pondok Pesantren (Ponpes) Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur.
Kemenag mengambil tindakan tegas ini karena salah satu pemimpinnya yaitu Mas Bechi merupakan DPO kepolisian dalam kasus pencabulan dan perundungan terhadap santri.
Selain itu, pihak pesantren juga dinilai menghalang-halangi proses hukum terhadap yang bersangkutan.
“Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” tegas Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono seperti dikutip dari situs resmi Kemenag, Kamis.
Waryono juga memastikan nomor statistik dan tanda daftar pesantren Shiddiqiyyah telah dibekukan.
Ia kemudian menambahkan, pencabulan bukan hanya tindakan kriminal yang melanggar hukum, tetapi juga perilaku yang dilarang ajaran agama.
Pihak Kemenag, lanjut dia, juga mendukung penuh langkah hukum yang telah diambil pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Selain itu, Waryono memastikan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Jawa Timur, Kankemenag Jombang, serta pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa para santri tetap dapat melanjutkan proses belajar dan memperoleh akses pendidikan yang semestinya.
“Jangan khawatir, Kemenag akan bersinergi dengan pesantren dan madrasah di lingkup Kemenag untuk kelanjutan pendidikan para santri,” pungkas Waryono.(dj)
[ad_2]
Source link