Mercusuar.co, Kendal – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo didampingi Bupati Kendal Dico M. Ganinduto, meninjau bantuan RTLH dan syukuran bersama warga di Masjid Jami’ Baitul Mu’min, Desa Donosari, Patebon, Kendal, Kamis (15/9).
Salah seorang penerima bantuan RTLH, Irkam (37), mengaku sangat terbantu dengan bantuan RTLH sebesar Rp20 juta. Ia berharap lebih banyak bantuan serupa diberikan kepada masyarakat kurang mampu lainnya.
“Alhamdulillah dapat terbantu dengan bantuan ini. Semoga yang lain, yang kurang mampu juga mendapatkan bantuan,” ujarnya.
Irkam menceritakan, sebelum mendapatkan bantuan, rumah lamanya terbuat dari kayu dan sering kemasukan air apabila banjir. Setelah mendapat bantuan, rumah lamanya itu dirobohkan dan dibangun ulang.
“Bantuan dari pemprov Rp20 juta. Untuk bangun rumah ini total habis Rp50 juta. Sisanya dibantu swadaya keluarga. Dan proses pembangunan dibantu swadaya masyarakat sekitar,” katanya.
Diketahui, bantuan yang diberikan kepada masyarakat meliputi tiga objek. Di antaranya rumah tidak layak huni (RTLH) berjumlah 2 unit dengan anggaran masing-masing Rp20 juta, Jaringan Irigasi Desa (JIDes) dengan nilai Rp200 juta, dan Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT) dengan nilai Rp200 juta.
“Ini masyarakat lagi syukuran ya. Ada bantuan Pemprov untuk jalan usaha tani, irigasi, terus tadi kita melihat RTLH yang dibantu Baznas. Ini juga ada anak-anak muda yang menyampaikan ide, bagaimana caranya kita mengelola bantuan ini dengan baik, dan hari ini mereka syukuran,” kata Ganjar, sapaan akrabnya.
Dalam dialog antara Ganjar dengan masyarakat Donosari, diketahui ketiga bantuan yang diberikan Pemprov Jateng itu sudah tuntas dilaksanakan. Realisasi bantuan juga berjalan bagus dengan hasil yang bagus. Tanpa ada dana yang diselewengkan.
“Bantuannya sudah selesai, dikorupsi apa nggak? Nggak katanya. Itu jaminannya. Kalau itu biasa baik, pasti akan berjalan baik. Partisipasi masyarakat begitu penting, ya idenya, kontrolnya, sehingga seluruh apa yang kita kerjakan apalagi kalau menggunakan uang negara, itu bagus hasilnya,” ujar Ganjar.
Dari dialog itu pembahasan juga berkembang dengan adanya berbagai masukan dari kelompok masyarakat. Mulai dari persoalan sampah, sedimentasi sungai, hingga sertifikat tanah.
Menurut Ganjar, model musyawarah seperti yang dilakukan masyarakat Donosari, merupakan model bagaimana memecahkan masalah dari level terbawah.
“Tentu obrolannya berkembang, dan hari ini ada obrolan tentang sampah, sedimentasi. Menurut saya ini cara khas desa, di mana musyawarah bisa dilakukan di level desa, dan itu bisa dijadikan atau digeser menjadi kebijakan publik,” bebernya.
Terkait masalah sampah, Ganjar berharap muncul gerakan-gerakan dari kelompok masyarakat untuk sadar hidup bersih, memilah sampah dari rumah, hingga menyiapkan tempat pengolahan sampah. Gerakan tersebut dapat dimulai dari level bawah, seperti di tingkat desa atau kelompok masyarakat terkecil.
“Sampah itu memang harus dibereskan segera. Maka tadi saya sampaikan kepada Kadesnya, kepada kelompok masyarakat, ayo dibuat gerakan. Gerakan untuk membereskan itu. Masyarakat harus mau, kalau nggak mau dan hanya bilang tolong Pak sampahnya dibersihkan sambil ia buang sampah, ya nggak jadi. Itu butuh gerakan hidup bersih, tempat sampahnya ada, pengolahan sampahnya ada,” jelas Ganjar.
Ganjar menambahkan siap membantu apabila masyarakat membutuhkan sarana prasarana untuk pengolahan sampah. Sebab sekarang ini sampah dapat diolah menjadi berbagai macam bahkan sampai bisa menjadi solar.
“Kalau memang butuh sarana prasarana kita bisa bantu, itulah sekali lagi yang bisa didorong untuk menjadi kebijakan publik untuk pengolahan sampahnya. Nanti anak-anak muda ini akan bisa bergerak. Kalau perlu ya kita dampingi begitu, agar ada pilihan pengolahan yang paling baik,” ungkapnya.